Kamis, 28 Juni 2012

Sejarah Tanah Abang


Sejarah Tanah Abang

Salah satu wilayah yang cukup tua di Jakarta. Ada dua pendapat mengenai asal mula nama Tanah Abang. Pertama, dihubungkan dengan penyerangan Kota Batavia oleh pasukan Mataram pada tahun 1628. Serangan dilancarkan ke arah kota melalui daerah selatan, yaitu Tanah Abang. Tempat tersebut digunakan sebagai pangkalan karena kondisinya yang berupa tanah bukit dengan daerah rawa-rawa dan ada Kali Krukut di sekitarnya. Karena tanahnya yang merah, maka mereka menyebutnya "tanah abang" yang dalam bahasa Jawa berarti merah.

Kedua, adanya pendapat yang mengartikan Tanah Abang dari kata "abang dan adik", yaitu dua orang bersaudara kakak dan adik. Karena adiknya tidak mempunyai rumah, ia minta kepada abangnya untuk mendirikan rumah. Tanah yang ditempati disebut tanah abang. Nama Tanah Abang mulai dikenal ketika seorang kapten Cina bernama Phoa Bhingam minta izin kepada Pemerintah Belanda untuk membuat sebuah terusan pada tahun 1648. Penggalian terusan dimulai dari arah selatan sampai dekat hutan kemudian dipecah menjadi dua bagian, daerah timur sampai ke Kali Ciliwung dan ke arah Barat sampai Kali Krukut. Terusan ini bernama Molenvliet dan berfungsi sebagai sarana transportasi untuk mengangkut hasil bumi dengan menggunakan perahu ke arah selatan sampai dekat hutan. Adanya Molenvliet memperlancar hubungan dan perkembangan daerah kota ke selatan. Bahkan jalan-jalan yang berada di sebelah kiri dan kanan terusan itu merupakan urat nadi yang menghubungkan Lapangan Banteng, Merdeka, Tanah Abang, dan Jakarta Kota.

Daerah selatan kemudian muncul menjadi daerah perkebunan yang diusahakan oleh tuan tanah orang Belanda dan Cina. Jenis perkebunan yang diusahakan antara lain kebun kacang (minyak kacang merupakan bahan komoditi yang laris), kebun jahe, kebun melati, kebun sirih, dan lainnya yang kemudian menjadi nama wilayah sampai sekarang. Karena melimpahnya hasil-hasil perkebunan di daerah tersebut mendorong Justinus Vinek untuk mengajukan permohonan mendirikan sebuah pasar di daerah Tanah Abang dan Senen.

Setelah mendapat izin dari Gubernur Jenderal Abraham Patras pada tanggal 30 Agustus 1735, Vinck membangun dua pasar, yaitu Pasar Tanah Abang dan Pasar Senen. Peranan Kali Krukut pun makin penting sebagai tempat berlabuhnya perahu yang memuat barang-barang yang akan djual ke Pasar Tanah Abang. Selain digunakan sebagai sarana transportasi, Kali Krukut juga digunakan untuk keperluan sehari-sehari penduduk. Untuk menjaga kebersihan dan mencegah banjir, Pemerintah Belanda membuat pintu airpada tahun 1917. Di bawah kekuasaan penjajah penduduk Tanah Abang juga tidak tinggal diam. Pernah terjadi pertempuran antara pasukan Belanda dengan penduduk daerah Tanah Abang di Kampung Karet dekat kuburan. Waktu itu Belanda mencoba menduduki kantor cabang polisi supaya Tanah Abang terputus hubungannya dengan daerah-daerah lain.

Wilayah Tanah Abang meliputi Kelurahan Kampung Bali, Kebon Kacang, dan Kebon Melati. Tetapi yang menjadi inti Kampung Tanah Abang adalah di sekeliling Pasar Tanah Abang. Asal mula nama Kampung Bali berawal dari banyaknya orang Bali yang tinggal di sana.

Pada waktu itu pemerintah Belanda memberikan pangkat kapten kepada kepala kelompok suku-suku bangsa yang ada di Batavia. Sehingga muncul nama Kampung Bali, Kampung Bugis, Kampung Melayu, Kampung Ambon, Kampung Cina, dll. Bahkan menjelang akhir abad ke-19 banyak orang Arab yang menghuni wilayah ini. Di tahun 1920 jumlahnya mencapai 13.000 jiwa. Untuk memenuhi kesukaan orang-orang Arab makan daging kambing, Pasar Tanah Abang pun makin ramai melayani keperluan kambing. Ada juga suatu daerah yang disebut Kombongan. Dulu tempat ini dipakai kusir saldo dan delman untuk beristirahat sambil memberi makan kudanya. Makanan kuda itu diletakkan di sebuat tempat yang disebut kombongan, yaitu alat (wadah) yang bentuknya bulat, terbuat dari batu dan semen. Tidak jauh dari pangkalan-pangkalan saldo dan delman, terbentang perkebunan pohon jati yang luas. Penduduk di sekitarnya menyebut daerah itu Jatibaru. Nama Kebun Dalam berasal dari sebuah kebun milik tuan tanah Cina, Tan Hu Teng yang agak menjorok ke dalam. Nama Tanah Rendah, karena tanahnya agak rendah dan letaknya berdekatan dengan Kali Krukut.

 Tanah abang saat ini

Pasar Tanah Abang saat ini terdiri dari 3 wilayah gedung yang biasa disebut Tanah Abang Lama, Tanah Abang Metro, dan Tanah Abang AURI. Tanah Abang Lama terdiri atas beberapa blok diantaranya adalah Blok A, B dan F. Masing-masing blok ini terdiri dari kios-kios. Tanah Abang AURI terdiri atas beberapa blok diantaranya adalah A, B, C, D, E, F, AA, BB, CC. Blok-blok yang berada di Tanah Abang AURI adalah kumpulan ruko ynag menjual tekstil, kecuali untuk blok E yang berupa kios-kios yang menjual pakaian dalam dalam bentuk grosir maupun eceran.

Saat gubernur Ali Sadikin memimpin Jakarta pada tahun 1972, Pasar tanah Abang dibangun menjadi 3 lantai yang terdiri 4 blok dan berpendingin ruangan (AC).

Kini Pasar Tanah Abang selain dikenal sebagai pusat grosir kain, juga dikenal sebagai pusat grosir pakaian pria, wanita & anak, grosir busana muslim, grosir baju kebaya & fashion impor, grosir sprei, tas wanita, mukena dan masih banyak produk tekstil lainnya.

Di Blok A Tanah Abang ini memang banyak menjual bahan kain, batik, kebaya pernikahan, baju muslim, baju jas pria, sepatu, serta grosiran tas yang tersebar di 12 lantai. Apabila sudah lelah berbelanja, di Lantai 8 tersedia food court luas yang nyaman tempat restoran-restoran juga fast food  ternama dengan berbagai pilihan.

Seiring dengan perkembangannya, Pemda Jakarta membangun Pasar Tanah Abang menjadi pusat grosir yang modern. Pasar Tanah Abang menjadi gedung pusat grosir berlantai 12 yang megah, modern dan nyaman dilengkapi dengan pendingin udara. Kini jumlah kios di Pasar tanah Abang telah lebih dari 10.000 kios.
Ditanah abang saya juga sempat mewancarai seorang ibu yang berjualan beraneka macam baju yang berada  di Los A lantai 3A, orang yang saya wawancarai bernama ibu Ida, beliau merupakan pengusaha retail baju yang kebetulan bertempat tinggal dikawasan di sekitar tanah abang, berhubung waktu itu kios tidak ramai maka saya pun memberanikan diri untuk memulai percakapan.

Saya (Y)
Bu Ida(I)

(H) : permisi bu maaf mengganggu pekerjaan ibu, bolehkah saya meminta waktunya sebentar ?
(I)  : boleh dek emang ada perlu apa yah ?
(H) : jadi begini bu, saya hary dari Universitas Gunadarma, saya mempunyai tugas untuk mewancarai orang orang disekitar kawasan tanah abang.
(I)  : oh begitu ya, silahkan dek apa yang ingin ditanyakan ?
(H) : oh ya sebelumya nama ibu siapa ?
(I)  : nama saya ibu Ida.
(H) : apa peran ibu dalam kegiatan usaha ini ?
(I)  : saya berperan sebagai pemilik dari usaha retail grosir pakaian disini ?
(H) : ohh begitu, kalo boleh tau ibu berasal dari daerah mana ?
(I)   : ibu asli jakarta.
(H) : alasan ibu membuka usaha dikawasan tanah abang ?
(I)  : karena tanah abang sangat terkenal sebagai tempat grosir terbesar jadi ibu tertarik untuk membuka usaha disini dek ?
(H) : ibu sudah berapa lama berjualan dikawasan tanah abang ?
(I)  : ibu pertama membuka usaha tahun 2007 jadi sekitar lima tahun.
(H) : berarti cukup lama juga, kalo begitu kira kira ibu tahu tidak mengenai sejarah tanah abang ?
(I)  : wah ibu gak tau tuh dek.
(H) : oh..tidak apa-apa kok ibu, sepertinya wawancaranya cukup sampai disini sekali lagi maaf telah menggangu dan terimaksih untuk kesediaanya untuk diwawancarai.
(I) : sama-sama de.., gak apa-apa ibu juga lagi gak terlalu sibuk.

Demikian lah percakapan saya dengan penjual pakaian di kawasan tanah abang, banyak sekali percampuran budaya dan etnik yang berbaur menjadi satu ditanah abang ini sehingga tak heran bila kita berbelanja di tempat ini banyak sekali etnik yang berbeda tidak hanya dari dalam kota ataupun luar kota bahkan pedagang dari mancanegara ikut berjualan dikawasan tanah abang karena ketenaran dari kawasan usaha ini.